Rabu, 12 Oktober 2011

Profesionalisme PNS dan Upaya Mewujudkannya

“Profesionalisme adalah suatu paham yang mencitakan dilakukannya kegiatan-kegiatan kerja tertentu dalam masyarakat, berbekalkan keahlian yang tinggi dan berdasarkan rasa keterpanggilan –serta ikrar untuk menerima panggilan tersebut dengan semangat pengabdian selalu siap memberikan pertolongan kepada sesama yang tengah dirundung kesulitan di tengah gelapnya kehidupan (Wignjosoebroto, 1999).”

“Profesionalisme berasal dan kata profesional yang mempunyai makna yaitu berhubungan dengan profesi dan memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya, (KBBI, 1994). Sedangkan profesionalisme adalah tingkah laku, keahlian atau kualitas dan seseorang yang professional (Longman, 1987).”

Profesionalisme Pegawai Negeri Sipil (PNS) di negeri ini layaknya sebuah utopia yang entah kapan bisa terwujud. Kesan PNS yang hoby bolos, “suka ngobyek”, peleton 705 (berangkat jam 7 produkvitas O (nol besar) pulang jam 5) masih saja menjadi citra yang melekat pada diri PNS-PNS. Kredibilitas PNS yang begitu dipertanyakan ini, menjadi hal yang sangat bertolak belakang dengan besarnya beban anggaran pemerintah yang digelongongkan untuk menghidupi PNS, bahkan di suatu daerah hampir 80% beban anggaran dihabiskan hanya untuk memenuhi gaji PNS. Pegawai Negeri dengan segala potretnya ini seolah menjadi lintah yang senantiasa menghisap postur anggaran negara ini. Belum lagi dengan banyaknya kasus pegawai negeri yang tersangkut jerat korupsi, yang entah sudah tak terbilang lagi jumlahnya, menjadi penambah muka muram wajah PNS di negeri ini.

Namun, upaya merubah citra buruk pegawai negeri ini bukanlah hal yang mustahil. Masih ada harapan untuk merubah keadaan ini karena tidaklah sedikit PNS-PNS yang sebenarnya memiliki profesionalisme tinggi dan i’tikad baik untuk mengabdikan dirinya pada negaranya, tapi jiwa profesionalisme PNS-PNS kadangkala luntur oleh lingkungan kerjanya yang memang telah tersistem dengan perilaku-perilaku yang tidak sehat, contohnya : pengucilan PNS-PNS idealis yang enggan menerima uang suap dilingkungan kerjanya, dan masih banyak lagi kasus-kasus pengucilan PNS ‘bersih’ dilingkungan kerjanya. Untuk itulah diperlukan upaya yang massif untuk merubah kondisi ini, diperlukan kerjasama yang baik antar banyak kalangan mulai dari pemerintah sebagai regulator, dinas-dinas ataupun kementrian terkait sebagai tempat bernaung para aparatur negara dan juga yang paling penting PNS itu sendiri sebagai aktor utama dalam upaya perubahan ini.

Upaya-upaya perbaikan citra PNS ini adalah suatu hal yang tidak bisa ditunda lagi dibutuhkan langkah-langkah konkret untuk mewujudkannya, menilik pengertian profesionalisme yang dijabarkan oleh Wignjosoebroto sosok yang profesional adalah sosok yang memenuhi kriteria penguasan yang tinggi terhadap bidang yang digeluti dan kekuatan tekad untuk mengabdikan diri pada pekerjaanya.

Begitupula untuk menjadi PNS yang profesional dibutuhkan tingkat keilmuan yang tinggi terhadap bidang kerjanya, dari sosok PNS itu sendiri upaya ini dapat dilakukan dengan meningkatkan kapasitas keilmuanya dengan ’ bersekolah’ lagi atau memperdalam ’ jam terbang’ dengan mengasah soft skillnya melalui pengalaman kerja. Dari sisi pemerintah sebagai regulator hendaknya melakukan inisiatif-inisiatif untuk meningkatkan keahlian para PNS dengan memperbesar peluang pemberian beasiswa dan pelatihan-pelatihan kerja. Selain itu, usaha lain yang dapat dilakukan pemerintah adalah pola rekrutmen CPNS yang lebih selektif sesuai disiplin keahliaan yang dibutuhkan merupakan salah satu cara yang efektif sehingga dihasilkan sosok PNS yang tepat guna .

Selanjutnya, perbaikan dari sisi moral untuk menumbuhkan jiwa pengabdian yang militan dikalangan PNS merupakan hal yang lebih penting, karena seberapa pakar pun seseorang dalam bidang yang ia geluti tetapi tidak memiliki jiwa pengabdian adalah hal yang percuma. Upaya-upaya ini dapat dinternalisasikan melalui penekanan yang intens akan urgensi pengabdian pada negara, bahwa bekerja secara optomal bagi seorang PNS berimplikasi pada kemakmuran negara ini.

Hal lain yang perlu ditekankaan jargon Bekerjalah karena Ibadah, Bekerja itu Bukan karena Atasan perlu digaungkan lagi. Dewasa ini, Betapa banyak PNS di negeri ini yang takut akan kehilangan jabatan sehingga melakukan banyak cara. Berbagai usaha dilakukan untuk membuat senang atasan. Bekerja giat hanya jika dilihat atasan dan melaporkan hal yang baik-baik atau bergerak jika sudah disuruh tanpa adanya inisiatif untuk memulai segala sesuatunya dengan resiko-resiko dibaliknya. Upaya ini sangat penting untuk digalakkan sehingga nantinya niatan setiap PNS dalam setiap langkahnya bukanlah ingin cari aman dihadapan atasan namun didasarkan pada Allah semata.

Apa yang terjadi terhadap Khalid bin Walid sahabat Nabi perlu kita teladani. Ia menjadi komandan favorit di zaman Rasulullah dan Abu Bakar Ass-Sidiq. Di saat prestasi puncaknya dan dielu-elukan oleh umat itulah kemudian ia dicopot Umar bin Khattab dari jabatannya sebagai panglima perang. Tentu keputusan tersebut membuat semua prajurit dan seluruh elemen kekuasaan Umar Bin Khattab kaget. Namun apa yang terjadi ? ia menerima dengan ikhlas keputusan itu. Hanya ia meminta kepada Umar tetap ingin berangkat ke medan perang.

Umar menyetujui usulan Khalid. Diperjalanan menuju medan perang, seluruh prajurit sangat heran dan tidak mengerti-mengapa seorang Khalid Bin Walid mau bergabung di tengah prajurit, menjadi prajurit biasa kembali. Bukankah ini menyangkut eksistensi diri dan harga diri seorang Khalid bin walid sendiri selaku mantan panglima perang yang sangat populer sejak zaman Rasulullah, ditakuti para musuh dan memiliki kharisma luar biasa di mata seluruh prajurit.

Namun Khalid Bin Walid hanya berucap ia berjuang bukan untuk kekuasaan Umar, ia berjuang untuk Dienul Islam. Khalid berkata, “aku berperang bukan untuk Umar, tapi untuk Rabb Umar”. Maka jika sebelumnya Khalid berperang sebagai panglima, setelah itu ia berperang sebagai prajurit biasa. Hal yang dapat kita petik dari cerita ini bahwa sikap seorang khalid yang ikhlas akan keputusan umar karena sejak awal niatnya bukanlah kekuasaan maupun pangkat namun hanya untuk mengapai ridho Allah SWT. Jika terdapat sosok khalid-khalid yang lain di kalangan PNS sungguh perubahan PNS menjadi lebih baik bukanlah impian belaka.

Di akhir tulisan ini penulis mengharapkan perbaikan di tubuh PNS akan segara menjadi keniscyaan karena selama ada niatan-niatan baik dikalangan PNS, Allah pasti akan mengumpulkan niatan-niatan itu dan menjadi suatu kekuatan yang luar biasa dan siap menerjang carut-marut PNS, “kita tunggu saja saatnya”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar