Rabu, 12 Oktober 2011

Profesionalisme PNS dan Upaya Mewujudkannya

“Profesionalisme adalah suatu paham yang mencitakan dilakukannya kegiatan-kegiatan kerja tertentu dalam masyarakat, berbekalkan keahlian yang tinggi dan berdasarkan rasa keterpanggilan –serta ikrar untuk menerima panggilan tersebut dengan semangat pengabdian selalu siap memberikan pertolongan kepada sesama yang tengah dirundung kesulitan di tengah gelapnya kehidupan (Wignjosoebroto, 1999).”

“Profesionalisme berasal dan kata profesional yang mempunyai makna yaitu berhubungan dengan profesi dan memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya, (KBBI, 1994). Sedangkan profesionalisme adalah tingkah laku, keahlian atau kualitas dan seseorang yang professional (Longman, 1987).”

Profesionalisme Pegawai Negeri Sipil (PNS) di negeri ini layaknya sebuah utopia yang entah kapan bisa terwujud. Kesan PNS yang hoby bolos, “suka ngobyek”, peleton 705 (berangkat jam 7 produkvitas O (nol besar) pulang jam 5) masih saja menjadi citra yang melekat pada diri PNS-PNS. Kredibilitas PNS yang begitu dipertanyakan ini, menjadi hal yang sangat bertolak belakang dengan besarnya beban anggaran pemerintah yang digelongongkan untuk menghidupi PNS, bahkan di suatu daerah hampir 80% beban anggaran dihabiskan hanya untuk memenuhi gaji PNS. Pegawai Negeri dengan segala potretnya ini seolah menjadi lintah yang senantiasa menghisap postur anggaran negara ini. Belum lagi dengan banyaknya kasus pegawai negeri yang tersangkut jerat korupsi, yang entah sudah tak terbilang lagi jumlahnya, menjadi penambah muka muram wajah PNS di negeri ini.

Namun, upaya merubah citra buruk pegawai negeri ini bukanlah hal yang mustahil. Masih ada harapan untuk merubah keadaan ini karena tidaklah sedikit PNS-PNS yang sebenarnya memiliki profesionalisme tinggi dan i’tikad baik untuk mengabdikan dirinya pada negaranya, tapi jiwa profesionalisme PNS-PNS kadangkala luntur oleh lingkungan kerjanya yang memang telah tersistem dengan perilaku-perilaku yang tidak sehat, contohnya : pengucilan PNS-PNS idealis yang enggan menerima uang suap dilingkungan kerjanya, dan masih banyak lagi kasus-kasus pengucilan PNS ‘bersih’ dilingkungan kerjanya. Untuk itulah diperlukan upaya yang massif untuk merubah kondisi ini, diperlukan kerjasama yang baik antar banyak kalangan mulai dari pemerintah sebagai regulator, dinas-dinas ataupun kementrian terkait sebagai tempat bernaung para aparatur negara dan juga yang paling penting PNS itu sendiri sebagai aktor utama dalam upaya perubahan ini.

Upaya-upaya perbaikan citra PNS ini adalah suatu hal yang tidak bisa ditunda lagi dibutuhkan langkah-langkah konkret untuk mewujudkannya, menilik pengertian profesionalisme yang dijabarkan oleh Wignjosoebroto sosok yang profesional adalah sosok yang memenuhi kriteria penguasan yang tinggi terhadap bidang yang digeluti dan kekuatan tekad untuk mengabdikan diri pada pekerjaanya.

Begitupula untuk menjadi PNS yang profesional dibutuhkan tingkat keilmuan yang tinggi terhadap bidang kerjanya, dari sosok PNS itu sendiri upaya ini dapat dilakukan dengan meningkatkan kapasitas keilmuanya dengan ’ bersekolah’ lagi atau memperdalam ’ jam terbang’ dengan mengasah soft skillnya melalui pengalaman kerja. Dari sisi pemerintah sebagai regulator hendaknya melakukan inisiatif-inisiatif untuk meningkatkan keahlian para PNS dengan memperbesar peluang pemberian beasiswa dan pelatihan-pelatihan kerja. Selain itu, usaha lain yang dapat dilakukan pemerintah adalah pola rekrutmen CPNS yang lebih selektif sesuai disiplin keahliaan yang dibutuhkan merupakan salah satu cara yang efektif sehingga dihasilkan sosok PNS yang tepat guna .

Selanjutnya, perbaikan dari sisi moral untuk menumbuhkan jiwa pengabdian yang militan dikalangan PNS merupakan hal yang lebih penting, karena seberapa pakar pun seseorang dalam bidang yang ia geluti tetapi tidak memiliki jiwa pengabdian adalah hal yang percuma. Upaya-upaya ini dapat dinternalisasikan melalui penekanan yang intens akan urgensi pengabdian pada negara, bahwa bekerja secara optomal bagi seorang PNS berimplikasi pada kemakmuran negara ini.

Hal lain yang perlu ditekankaan jargon Bekerjalah karena Ibadah, Bekerja itu Bukan karena Atasan perlu digaungkan lagi. Dewasa ini, Betapa banyak PNS di negeri ini yang takut akan kehilangan jabatan sehingga melakukan banyak cara. Berbagai usaha dilakukan untuk membuat senang atasan. Bekerja giat hanya jika dilihat atasan dan melaporkan hal yang baik-baik atau bergerak jika sudah disuruh tanpa adanya inisiatif untuk memulai segala sesuatunya dengan resiko-resiko dibaliknya. Upaya ini sangat penting untuk digalakkan sehingga nantinya niatan setiap PNS dalam setiap langkahnya bukanlah ingin cari aman dihadapan atasan namun didasarkan pada Allah semata.

Apa yang terjadi terhadap Khalid bin Walid sahabat Nabi perlu kita teladani. Ia menjadi komandan favorit di zaman Rasulullah dan Abu Bakar Ass-Sidiq. Di saat prestasi puncaknya dan dielu-elukan oleh umat itulah kemudian ia dicopot Umar bin Khattab dari jabatannya sebagai panglima perang. Tentu keputusan tersebut membuat semua prajurit dan seluruh elemen kekuasaan Umar Bin Khattab kaget. Namun apa yang terjadi ? ia menerima dengan ikhlas keputusan itu. Hanya ia meminta kepada Umar tetap ingin berangkat ke medan perang.

Umar menyetujui usulan Khalid. Diperjalanan menuju medan perang, seluruh prajurit sangat heran dan tidak mengerti-mengapa seorang Khalid Bin Walid mau bergabung di tengah prajurit, menjadi prajurit biasa kembali. Bukankah ini menyangkut eksistensi diri dan harga diri seorang Khalid bin walid sendiri selaku mantan panglima perang yang sangat populer sejak zaman Rasulullah, ditakuti para musuh dan memiliki kharisma luar biasa di mata seluruh prajurit.

Namun Khalid Bin Walid hanya berucap ia berjuang bukan untuk kekuasaan Umar, ia berjuang untuk Dienul Islam. Khalid berkata, “aku berperang bukan untuk Umar, tapi untuk Rabb Umar”. Maka jika sebelumnya Khalid berperang sebagai panglima, setelah itu ia berperang sebagai prajurit biasa. Hal yang dapat kita petik dari cerita ini bahwa sikap seorang khalid yang ikhlas akan keputusan umar karena sejak awal niatnya bukanlah kekuasaan maupun pangkat namun hanya untuk mengapai ridho Allah SWT. Jika terdapat sosok khalid-khalid yang lain di kalangan PNS sungguh perubahan PNS menjadi lebih baik bukanlah impian belaka.

Di akhir tulisan ini penulis mengharapkan perbaikan di tubuh PNS akan segara menjadi keniscyaan karena selama ada niatan-niatan baik dikalangan PNS, Allah pasti akan mengumpulkan niatan-niatan itu dan menjadi suatu kekuatan yang luar biasa dan siap menerjang carut-marut PNS, “kita tunggu saja saatnya”.

Sabtu, 09 April 2011

Pintu-pintu Kebaikan

Bismillahirrahmanirrahim

Aku Bersaksi tiada sesembahan selain Allah dan Nabi Muhamad adalah utusan Allah

Puji dan syukur kupanjatkan kepada Allah SWT karena atas segala keridhoan dan nikmat yang tak terbatas kumasih bisa merasakan nikmat terindah Iman dan Islam.

Sholawat serta salam terlimpahkan kepada junjungan kita nabi besar Muhamad SAW yang menghantarkan kita menuju millah yang satu, millah nabi Adam As, Nuh AS, Ibrahim AS, Musa AS dan Nabi Muhamad SAW, Millah yang senantiasa dan satu-satunya yang diridhoi oleh Allah.

Sholawat serta salam juga senantiasa terlimpahkan kepada keluaraga beliau, sahabat beliau, para tabi'in dan tabiat-tabiiin serta umat yang senantiasa mengikuti jalan beliau hingga hari akhir nanti.

Salah satu jalan untuk menggapai surga adalah senantiasa menjaga diri untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang mengantarkan diri kita dalam naungan ridho Allah SWT. Apa sajakah perbuatan-perbuatan itu? dalam hadits yang diriwayatkan oleh imam trirmidzi yang terangkum dalam hadits arbai'in karangan Imam An-Nawawi kita akan memperoleh informasi apakah amalan-amalan itu :

Hadits Arba'in 29: Menjaga Lisan

عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ، أَخْبِرْنِي بِعَمَلٍ يُدْخِلُنِي الْجَنَّةَ وَيُبَاعِدُنِي عَنِ النَّارِ، قَالَ : لَقَدْ سَأَلْتَ عَنْ عَظِيْمٍ، وَإِنَّهُ لَيَسِيْرٌ عَلىَ مَنْ يَسَّرَهُ اللهُ تَعَالَى عَلَيْهِ : تَعْبُدُ اللهَ لاَ تُشْرِكُ بِهِ شَيْئاً، وَتُقِيْمُ الصَّلاَةَ، وَتُؤْتِيَ الزَّكَاةَ، وَتَصُوْمُ رَمَضَانَ، وَتَحُجُّ الْبَيْتَ، ثُمَّ قَالَ : أَلاَ أَدُلُّكَ عَلَى أَبْوَابِ الْخَيْرِ ؟ الصَّوْمُ جُنَّةٌ، وَالصَّدَقَةُ تُطْفِئُ الْخَطِيْئَةَ كَمَا يُطْفِئُ الْمَاءُ النَّارَ، وَصَلاَةُ الرَّجُلِ فِي جَوْفِ اللَّيْلِ، ثُمَّ قَالَ : } تَتَجَافَى جُنُوْبُهُمْ عَنِ الْمَضَاجِعِ.. –حَتَّى بَلَغَ- يَعْمَلُوْنَ{ُ ثمَّ قَالَ : أَلاَ أُخْبِرُكَ بِرَأْسِ الأَمْرِ وُعَمُوْدِهِ وَذِرْوَةِ سَنَامِهِ ؟ قُلْتُ بَلَى يَا رَسُوْلَ اللهِ قَالَ : رَأْسُ اْلأَمْرِ اْلإِسْلاَمُ وَعَمُوْدُهُ الصَّلاَةُ وَذِرْوَةُ سَنَامِهِ الْجِهَادُ. ثُمَّ قَالَ: أَلاَ أُخْبِرُكَ بِمَلاَكِ ذَلِكَ كُلِّهِ ؟ فَقُلْتُ : بَلىَ يَا رَسُوْلَ اللهِ . فَأَخَذَ بِلِسَانِهِ وَقَالِ : كُفَّ عَلَيْكَ هَذَا. قُلْتُ : يَا نَبِيَّ اللهِ، وَإِنَّا لَمُؤَاخَذُوْنَ بِمَا نَتَكَلَّمَ بِهِ ؟ فَقَالَ : ثَكِلَتْكَ أُمُّكَ، وَهَلْ يَكُبَّ النَاسُ فِي النَّارِ عَلَى وُجُوْهِهِمْ –أَوْ قَالَ : عَلىَ مَنَاخِرِهِمْ – إِلاَّ حَصَائِدُ أَلْسِنَتِهِمْ . [رواه الترمذي وقال : حديث حسن صحيح]

Terjemah hadits / ترجمة الحديث :

Dari Mu’az bin Jabal radhiallahuanhu dia berkata : Saya berkata : Ya Rasulullah, beritahukan saya tentang perbuatan yang dapat memasukkan saya ke dalam surga dan menjauhkan saya dari neraka, beliau bersabda: Engkau telah bertanya tentang sesuatu yang besar, dan perkara tersebut mudah bagi mereka yang dimudahkan Allah ta’ala, : Beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukannya sedikitpun, menegakkan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji. Kemudian beliau (Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam) bersabda: Maukah engkau aku beritahukan tentang pintu-pintu surga ?; Puasa adalah benteng, Sodaqoh akan mematikan (menghapus) kesalahan sebagaimana air mematikan api, dan shalatnya seseorang di tengah malam (qiyamullail), kemudian beliau membacakan ayat (yang artinya) : “ Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya….”. Kemudian beliau bersabda: Maukah kalian aku beritahukan pokok dari segala perkara, tiangnya dan puncaknya ?, aku menjawab : Mau ya Nabi Allah. Pokok perkara adalah Islam, tiangnya adalah shalat dan puncaknya adalah Jihad. Kemudian beliau bersabda : Maukah kalian aku beritahukan sesuatu (yang jika kalian laksanakan) kalian dapat memiliki semua itu ?, saya berkata : Mau ya Rasulullah. Maka Rasulullah memegang lisannya lalu bersabda: Jagalah ini (dari perkataan kotor/buruk). Saya berkata: Ya Nabi Allah, apakah kita akan dihukum juga atas apa yang kita bicarakan ?, beliau bersabda: Ah kamu ini, adakah yang menyebabkan seseorang terjungkel wajahnya di neraka –atau sabda beliau : diatas hidungnya- selain buah dari yang diucapkan oleh lisan-lisan mereka .

(Riwayat Tirmdzi dan dia berkata: Haditsnya hasan shahih)

Dari hadits diatas kita dapat memetik banyak sekali pelajaran :

  • Amal perbuatan merupakan sebab masuk surga jika Allah menerimanya dan hal ini tidak bertentangan dengan sabda Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam “Tidak masuk surga setiap kalian dengan amalnya ”. Makna hadits tersebut adalah bahwa amal dengan sendirinya tidak berhak memasukkan seseorang ke surga selama Allah belum menerimanya dengan karunia-Nya dan Rahmat-Nya.

  • Amalan-amalan utama yang wajib dilaksanakan oleh seorang muslim yang dapat mengantarkannya menuju surga dan dijauhkan dari neraka yaitu amalan-amalan sebagaimana yang terangkum dalam rukun Islam.

  • Keutamaan sholat dan jihad diantara amalan-amalan yang lain, dalam hadits ini disebutkan bahwa shalat adalah tiangnya Islam dan puncaknya adalah jihad

  • Bagaiamana pentingnya untuk menggendalikan lisan, sudah banyak sekali contoh tentang perpecahan diantara umat, karena tidak mampunya mengendalikan lidah. Dan bahkan ketidakmampuan mengendalikan lidah ini akan mengantarkan seseorang menuju siksa neraka yang pedih.

Semoga bisa memberi manfaat.

Kebenaran itu datangnya dari Allah dan janganlah kamu ragu didalamnya (Ali Imron :60)

Wallahu a'lam bisshowab....

Minggu, 03 Oktober 2010

cobaan nikmat yang terindah

Bismillahirrahmanirrahim.......

Sebagaian besar dari kita memaknai sebuah cobaan sebagai suatu hal yang tidak mengenakkan....

menganggap Allah tidak lagi sayang kepada kita dan Allah hendak mencabut nikmat yang kita miliki.....

dan akhirnya menyalahkan apa2 yang telah ditetapkan oleh-Nya.....

Padahal Allah sendiri memiliki tujuan yang mulia dalam memberikan cobaan bagi seseorang hal ini termaktub dalam Q.S. Albaqarah: 155-156 :

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka mengucapkan, Innalillahi wa inna ilaihi raaji`uun (Q.S. Albaqarah: 155-156).

sebagaian besar dari kita cenderung akan tidak sabar, hal ini adalah sangat wajar jika manusia bersikap seperti itu karena Allah sendirilah yang berfirman demikan dalam surat Saba ayat 13 :

...........Dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang bersyukur (Qs Saba' : 13)

Saya pun demikian, pada awalnya menganggap suatu cobaan sebagai suatu hal yang menghinakan diri, padahal jika kita memikirkan lebih cermat dengan menggunakan akal dan jiwa yang bersih, justru cobaan-cobaan itu lah yang senantiasa menjadi teman setia bagi diri kita menempa kita untuk menjadi orang yang bertaqwa sekaligus dewasa dalam menghadapi problematika hidup.....

Pikiran saya semakin terbuka pula ketika berdiskusi dengan para " kain hijau" tentang menghadapi suatu masalah, diskusi it semakin membuka mata saya bahwa cobaan merupakan guru terindah dalam hidup setiap manusia. Dan Allah akan memberiksan surat cinta bagi orang yang senantiasa bersabar dalam menyelesaikan cobaan kehidupan, hal ini termaktub dalam firman Allah:

“…, dan Allah itu mencintai orang-orang yang sabar.” (Ali Imran: 146)

Dengan janji-janji diatas Oleh karena itu mulai dari sekarang selayaknya kita mengagggap cobaan merupakan sarana untuk memperoleh nikmat yang begitu indah bagi orang-orang yang bersbar dalam menjalaninya....:-D

Kamis, 22 Juli 2010

Tentang Tsabit Bin Qeis

Tsabit bin Qais (Sahabat)

Juru Bicara Rasulullah صلى ا لله عليه وسلم

Hassan adalah penyair Rasulullah dan penyair Islam. Sedangkan Tsabit adalah juru bicara Rasulullah dan juru bicara Islam. Kalimat dan kata-kata yang keluar dari mulutnya kuat, padat, keras, tegas dan mempesonakan.

Pada tahun datangnya utusan-utusan dari berbagai penjuru Semenanjung Arabia, datanglah ke Madinah perutusan Bani Tamim yang mengatakan kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam, “Kami datang akan berbangga diri kepada anda, maka idzinkanlah kepada penyair dan juru bicara kami menyampaikannya.” Maka Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam tersenyum, lalu katanya, “Telah kuidzinkan bagi juru bicara kalian, silakan!”

Juru bicara mereka Utharid bin Hajib pun berdirilah dan mulai membanggakan kelebihan-kelebihan kaumnya. Setelah selesai, Nabi pun berkata kepada Tsabit bin Qeis, “Berdirilah dan jawablah!”

Tsabit bangkit menjawahnya, “Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Langit dan bumi adalah ciptaan-Nya, dan titah-Nya telah berlaku padanya. Ilmu-Nya meliputi kerajaan-Nya, tidak satu pun yang ada, kecuali dengan karunia-Nya. Kemudian dengan qodrat-Nya juga, dijadikanNya kita golongan dan bangsa-bangsa. Dan Ia telah memilih dari makhluk-Nya yang terbaik seorang Rasul-Nya. Berketurunan, berwibawa dan jujur kata tuturnya. Dibekali-Nya Al-Quran, dibebani-Nya amanat. Membimbing ke jalan persatuan ummat. Dialah pilihan Allah dari yang ada di alam semesta. Kemudian ia menyeru manusia agar beriman kepada-Nya, maka berimanlah orang-orang muhajirin dari kaum dan karib kerabatnya, yakni orang-orang yang termulia keturunannya, dan yang paling baik amal perbuatannya. Dan setelah itu, kami orang-orang Anshar, adalah yang pertama pula memperkenankan seruannya. Kami adalah pembela-pembela Agama Allah dan penyokong-penyokong Rasul-Nya….”

Di Medan Jihad

Tsabit telah menyaksikan perang Uhud bersama Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam dan peperangan-peperangan penting sesudah itu. Corak perjuangannya menakjubkan, sangat menakjubkan! Dalam peperangan-peperangan menumpas orang-orang murtad, ia selalu berada di barisan terdepan, membawa bendera Anshar, dan menebaskan pedangnya yang tak pernah menumpul dan tak pernah berhenti.

Di perang Yamamah, Tsabit melihat terjadinya serangan mendadak yang dilancarkan oleh tentara Musailamatul Kaddzab terhadap Muslimin di awal pertempuran, maka berserulah ia dengan suaranya yang keras memberi peringatan, “Demi Allah, bukan begini caranya kami berperang bersama Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam!” Kemudian ia pergi tak seberapa jauh, dan tiada lama kembali sesudah membalut badannya dengan balutan jenazah dan memakai kain kafan, lain berseru lagi, “Ya Allah, sesungguhnya aku berlepas diri kepada-Mu dari apa yang dibawa mereka, yakni tentara Musailamah, dan aku memohon ampun kepada-Mu dari apa yang diperbuat mereka, yakni Kaum Muslimin yang kendor semangat dalam peperangan!”

Maka segeralah bergabung kepadanya Salim bekas sahaya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam, sedang ia adalah pembawa bendera muhajirin.

Keduanya menggali lobang yang dalam untuk mereka berdua. Kemudian mereka masuk dengan berdiri di dalamnya, lain mereka timbunkan pasir ke badan mereka sampai menutupi setengah badan… Demikianlah mereka berdiri tak ubah bagai dua tonggak yang kokoh, setengah badan mereka terbenam ke dalam pasir dan terpaku ke dasar lobang, sementara setengah bagian atas dadanya, kening dan kedua lengan mereka siap menghadapi tentara penyembah berhala dan orang-orang pembohong. Tak henti-hentinya mereka memukulkan pedang terhadap setiap tentara Musailamah yang mendekat, sampai akhirnya kedua mereka mati syahid di tempat itu, dan reduplah sudah sinar sang surya mereka!

Peristiwa syahidnya kedua pahlawan ra ini bagaikan pekikan dahsyat yang menghimbau Kaum Muslimin agar segera kembali kepada kedudukan mereka hingga akhirnya mereka berhasil menghancurkan tentara Musailamah, mereka tersungkur menutupi tanah bekas mereka berpijak.

Jiwa yang Pemalu

Dan Tsabit bin Qeis yang mencapai kedudukan puncak sebagai jubir dan sebagai pahlawan perang, juga memiliki jiwa yang selalu ingin kembali menghadap Allah Maha Pencipta, hatinya khusyu’ dan tenang tenteram. Ia adalah pula salah seorang Muslimin yang paling takut dan pemalu kepada Allah.

Sewaktu turun ayat mulia: “Sesungguhnya Allah tidak suka pada setiap orang yang congkak dan sombong.” (QS Luqman [31]:18),

Tsabit menutup pintu rumahnya dan duduk menangis. Lama dia terperanjak begitu saja, sehingga sampai beritanya kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam yang segera memanggilnya dan menanyainya. Maka kata Tsabit, “Ya Rasulallah, aku senang kepada pakaian yang indah, dan kasut yang bagus, dan sungguh aku takut dengan ini akan menjadi orang yang congkak dan sombong!” Bicaranya itu dijawab oleh Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam sambil tertawa senang, “Engkau tidaklah termasuk dalam golongan mereka itu, bahkan engkau hidup dengan kebaikan, dan mati dengan kebaikan, dan engkau akan masuk surga!”

Dan sewaktu turun firman Allah Ta’ala: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian angkat suara melebihi suara Nabi, dan jangan kalian berkata kepada Nabi dengan suara keras sebagaimana kerasnya suara sebahagian kalian terhadap sebahagian yang lainnya, karena dengan demikian amalan kalian akan gugur, sedang kalian tidak menyadarinya!” (QS Al-Hujurat: 2), Tsabit menutup pintu rumahnya lagi, lalu menangis. Rasul mencarinya dan menanyakan tentang dirinya, kemudian mengirimkan seseorang untuk memanggilnya. Dan Tsabit pun datanglah.

Rasulullah menanyainya mengapa tidak kelihatan muncul, yang dijawabnya, “Sesungguhnya aku ini seorang manusia yang keras suara, dan sesungguhnya aku pernah meninggikan suaraku dari suaramu wahai Rasulullah! Karena itu tentulah amalanku menjadi gugur dan aku termasuk penduduk neraka!”

Rasulullah pun menjawabnya, “Engkau tidaklah termasuk salah seorang di antara mereka bahkan engkau hidup terpuji, dan nanti akan berperang sampai syahid, hingga Allah bakal memasukkanmu ke dalam surga!”

Wasiat Tsabit

Masih tinggal dalam kisah Tsabit ini satu peristiwa lagi, yang kadang-kadang tak dapat diterima dengan puas oleh hati orang-orang yang memusatkan pikiran, perasaan dan mimpi-mimpi mereka kepada alam kebendaan yang sempit semata, yakni alam yang selalu mereka raba, mereka lihat atau mereka cium.

Namun bagaimanapun, peristiwa itu benar-benar terjadi, dan tafsirnya nyata dan mudah bagi setiap orang yang di samping mempergunakan mata lahir, mau pula menggunakan mata batinnya.

Setelah Tsabit menemui syahidnya di medan pertempuran, melintaslah di dekatnya salah seorang Muslimin yang baru saja masuk Islam dan ia melihat pada tubuh Tsabit masih ada baju besinya yang berharga maka menurut dugaannya ia berhak mengambilnya untuk dirinya, lalu diambilnya. Dan marilah kita serahkan kepada empunya riwayat itu menceritakannya sendiri.

“Selagi seorang laki-laki Muslimin sedang nyenyak tidur, ia didatangi Tsabit dalam tidurnya itu, yang berkata padanya, “Aku hendak mewasiatkan kepadamu satu wasiat; tapi jangan sampai kau katakan bahwa ini hanya mimpi lalu kamu sia-siakan! Sewaktu aku gugur sebagai syahid, lewat ke dekatku seseorang Muslim lalu diambilnya baju besiku. Rumahnya sangat jauh, orang tersebut memiliki kuda kepalanya mendongak ke atas seakan-akan tertarik tali kekangnya.

Baju besi itu disimpan ditutupi sebuah periuk besar, dan periuk itu ditutupi pelana unta (sakeduk). Pergilah kepada Khalid minta ia untuk mengirimkan orang mengambilnya! Kemudian apabila kamu sampai ke kota Madinah menghadap khalifah Abu Bakar, katakan kepadanya bahwa aku mempunyai utang sekian banyaknya, aku mohon agar ia bersedia membayarnya.”

Maka sewaktu laki-laki itu terbangun dari tidurnya, ia terus menghadap kepada Khalid bin Walid, lalu diceritakannyalah mimpi itu. Khalid pun mengirimkan untuk mencari dan mengambil baju besi itu, lalu menemukannya sebagai digambarkan dengan sempurna oleh Tsabit.

Setelah Kaum Muslimin pulang kembali ke Madinah, orang tadi menceritakan mimpinya kepada khalifah, beliau pun melaksanakan wasiat Tsabit. Satu-satunya wasiat dari seorang yang telah meninggal ialah wasiatnya Tsabit bin Qeis yang terlaksana dengan sempurna.

“Dan janganlah sekali-kali kalian mengira orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati, karena sebenarnya mereka masih hidup, dan diberi rizqi di sisi Tuhan mereka!” (QS Ali-Imran:169)

–ooOoo–